Translate

Jumat, 16 Oktober 2015

pengalaman dengan media



ini adalah pengalaman penulis dengan salah satu media elektronik yaitu TV.Pengalaman ini terjadi  ketika saya masih duduk di kelas empat SD. Saat itu di kampungku jarang yang memiliki TV. TV masih merupakan barang mewah yang hanya mampu dimilki oleh keluarga yang “ada” saja. Sehingga saya yang waktu itu masih “bocah” selalu tertarik untuk menontonnya. Tak perduli siaran apapun yang tayang saya selalu setia duduk didepanya. Semua jenis film saya tonton bahkan iklan sekalipun. Entah kenapa, bagi saya TV saat itu bagaikan magnet yang seakan memiliki kekuatan untuk selalu menarik perhatianku agar menontonya. Ia mampu membuatku betah duduk berjam-jam untuk menatap layarnya. Seakan menonton sudah menjadi hobiku saat itu.
            Namun bagaikan hidup yang penuh dengan rintangan, saja juga mengalami hambatan untuk menikmati hobi baru ini. Tiba-tiba saja sekolahku mengeluarkan peraturan yang aneh dan menurutku  sangat melanggar HAM. Saat itu guru-guru di sekolah melarang siswa SD untuk menonton. Mereka mengeluarkan peraturan bahwa barang siapa kedapatan menonton TV di malam hari maka besok paginya di sekolah akan dihukum. Peraturan itu dibuat karena para guru marasa sudah tidak ada lagi siswa yang belajar di rumah pada malam hari. Mereka hanya asyik menonton saja tanpa memperdulikan kewajibannya sebagai pelajar. Termasuk saya sendiri. Setiap malam ada saja guru yang berpatroli untuk memastikan tidak ada siswa yang menonton dimalam hari. Hal ini sangat mengganggu ketentraman hidupku. Terpaksa dengan berat hati saya mengurungkan niat untuk nonton dimalam hari.
Sudah seminggu peraturan aneh itu berjalan dan peraturan itu semakin memberatkanku saja. Setiap pagi di sekolah aku selalu bertanya pada teman-teman apakah mereka menonton tadi malam, tapi semua jawaban yang mereka lontarkan sama. Tidak. Mereka terlalu takut untuk melanggar peraturan yang “ajaib” itu.
Setelah dua minggu telah berlalu, peraturan itu masih masih saja berdiri tagak dan kokoh. Ia bagaikan pintu gerbang dari rumah tua angker yang membuat para siswa tidak bernyali untuk melewatinya. Sengaja kuturuti peraturan “gila” itu selama dua pecan terakhir. Aku mengira setelah dua minggu berlalu hal “konyol” itu akan lapuk oleh waktu. Ternyata dugaanku salah. Peraturan itu seakan menjelma menjadi siluman yang menurutku makin hari makin bertambah seram saja.
Suatu pagi disekolah saat apel pak guru memanggil dua orang siswa laki-laki yang kedapatan menonton saat malam. Mereka dihukum dengan menyilangkan kedua tangan sambil memegang telinga dan berdiri dengan salah-satu kaki tidak menyentuh tanah. Melihat hal ini sontak membuat para murid semakin ciut untuk melanggar peraturan.
Berbeda dari yang lain, aku dan ketiga temanku tak terpengaruh dengan kejadian itu. Kami berempat telah sepakat untuk menonton malam ini. Saat itu adalah malam kamis dimana kami akan menonton film kesukaan kami Angling Dharma yang sudah beberapa episode kami lewatkan.
Jam sudah menunjukan pukul 10 malam. film yang kami tunggu akhirnya tayang. Kamipun masuk kedalam rumah salah-satu teman sekelas kami yang memiliki TV. Ia diistimewakan karena dalam rumahnya memiliki TV jadi jika menonton ia tidak akan dihukum di sekolah. Kami berempat duduk di bawah meja besar yang ada disudut ruangan. Tempat itu sedikit gelap dan membuat kami agak nyaman duduk disitu. Walaupun begitu kami selalu was-was jangan sampai ketahuan oleh guru. Sesekali mata kami menjelajah untuk memastikan bahwa keadaan baik-baik saja. Sampai film selesai semuanya berjalan lancer. Kamipun langsung pulang ke rumah masing-masing. Malam itu aku tidur dengan perasaan senang. Mungkin juga perasaan ini sama dengan yang dirasakan oleh ketiga temanku tadi.
Waktu telah pagi. saat itu kami telah melakukan rutinitas pagi di sekolah yaitu apel pagi. aku merasa kaget tiba-tiba nama ketiga temanku itu dan termasuk namaku sendiri disebut oleh guru. Entah dari mana guru itu mengetahui kalau semalam kami menonton. Kami berempat berjalan dengan lunglai mendekati guru itu. Kamipun dihukum persis seperti kejadian sebelumnya. Kami berempat tidak pernah jera dengan hukuman itu. Setiap malam kamis kami selalu menonton. Kadang kelakuan kami ketahuan oleh guru kadang juga tidak.
Ternyata tak disangka-sangka setelah kuliah aku mengambil jurusan ilmu komunikasi yang kebanyakan mempelajari tentang media. Apalagi mata kuliah komunikasi massa. Jadi setiap kali membaham media massa khususnya TV aku selalu teringat dengan kejadian saat duduk di bangku SD.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar